Sabtu, 28 November 2009

Sekeping hati untuk Rian

Rian merupakan putra tunggal dari pasangan Bapak dan Ibu Wisesa. Sejak kecil, Rian mendapatkan seluruh perhatian kedua orang tuanya. Akan tetapi semua hal tersebut sama sekali tidak membuatnya bahagia. Ia tumbuh menjadi pemuda dingin yang tidak banyak bicara dan juga keras kepala. Tak seorangpun yang bisa menebak persis apa isi hatinya dan apa yang ia kehendaki. Dikarenakan sifatnya itu pulalah, di usianya yang cukup dewasa, tak sekalipun terlihat ia mengandeng ataupun dekat dengan seorang wanita. Sejak lulus SMU dua tahun yang lalu, Rian hanya sibuk dengan diktat dan pekerjaan sampingan yang ia lakoni seusai jam kuliah sebagai konsultan bangunan di perusahaan ayahnya. Rutinitas biasa dan monoton yang bagi masyarakat awam sangat membosankan.

Dari segi fisik, tidak ada yang salah dengannya. Jika di dunia terdapat charm tester, maka dari point 10, Ryan mendapat nilai 9 untuk keseluruhan tampilan fisik. Namun herannya, tidak ada seorangpun gadis yang berani mendekatinya. Mungkin para gadis enggan mendapatkan penolakan yang pasti akan mereka terima dari laki-laki itu., sehingga mereka merasa cukup hanya dengan mengaguminya saja. Semua yang dipikirkan oleh para gadis putus asa itu, tidak sedikitpun terlintas dalam benak Tiara. Tiara Winata Kusuma adalah putri dari Bapak Winata Kusuma, teman ayah Rian. Di Amerika, sejak kecil Tiara memang sering mendengar nama Rian disebut ketika ayah dan ibunya bercerita tentang keluarga Wisesa. Meskipun demikian, tak sekalipun Tiara bertemu langsung dengan laki-laki itu, sampai pada ketika Tiara terpaksa harus kembali untuk membantu ayahnya membangun perusahaan mereka di Indonesia karena usaha yang dirintis ayahnya di Huston kolebs akibat inflasi.

Sejak pertemuan keluarga Wisesa – Winata Kusuma dalam jamuan makan malam hangat di kediaman keluarga Wisesa, di dalam hatinya, Tiara diam-diam menyimpan kekaguman pada Rian. Rasa kagum yang tersimpan di hati Tiara hanya berbalas tatapan dingin yang tak bersahabat. Meskipun demikian, rasa kagum Tiara tidak hilang begitu saja. Perasaan kagum itu bahkan berkembang menjadi perasaan lain yang membuat jantungnya berdebar hebat setiap kali berada di dekat Rian.

Tiara telah mencoba berbagai cara untuk bisa dekat dengan laki-laki itu. Dari membuatkan kue tart kesukaannya, sampai dengan berdiri berjam-jam di depan kantor Rian hanya untuk makan malam bersama di sebuah kedai sederhana di tepi jalan. Semua yang dilakukan Tiara tampaknya tidak mampu untuk meluluhkan hati Rian yang terlanjur terbuat dari batu. Rian tetap saja menjaga jarak diantara mereka. Tidak sedikitpun hatinya ia buka, bahkan oleh Tiara sekalipun.

Sampai pada ketika, dimana Tiara sudah tidak mampu lagi menyimpan perasaannya kepada Rian. Ia nekad mengutarakan perasaan yang ia pendam pada lelaki itu dengan semua keberanian yang ia miliki. Malang, ia peroleh. Sama seperti para gadis lainnya, Tiara hanya mendapat kekecewaan. Rian menolaknya dengan sikap dingin dan tak bersahabat seperti yang kerap kali ia tunjukan. Sikap itulah yang melukai perasaannya terlalu dalam, sehingga kemudian ia mengambil keputusan untuk melupakan Rian dan mencari lelaki lain. Doni, salah rekan bisnis perusahaan ayah Tiara kemudian muncul dan mengisi hari-hari gadis itu. Di samping Doni Tiara bisa tertawa lepas dan bercerita panjang lebar tentang kesehariannya. Kehadiran Doni membuatnya melupakan Rian Kedekatan mereka, membuat Doni berharap hubungan yang lebih antara dirinya dengan Tiara. Kecantikan dan kelembutan Tiara, membuat Doni berhasrat untuk memilikinya. Akan tetapi, di hati Tiara yang paling dalam, ia tidak bisa melupakan bayang-bayang Rian, laki-laki yang telah mengecewakannya dengan penolakkan.

Kedekatan Tiara dengan Doni membuat Rian merasakan adanya sesuatu yang hilang dari kesehariannya. Ia mulai merindukkan perhatian Tiara yang kini tidak ia rasakan lagi. Rian merasa terlalu ‘aku’ untuk meminta kembali kasih sayang Tiara yang dulu pernah ia tolak dengan kasar. Kini ia hanya bisa menyesali perbuatannya dalam diam. Dua tahun tak terasa berlalu. Hubungan Doni dan Tiara semakin erat dalam jalinan kasih. Sementara Rian, masih sama seperti dahulu. Terkurung dalam kesendirian dan rutinitas ‘kaku’ yang sangat ia nikmati. Sejak mendapat gelar sarjana, Rian fokus pada perusahaan konstruksi yang dirintis oleh ayahnya. Kini ia dipercaya sebagai salah satu motor penggerak Wisesa Coorporation. Hal itu bukan karena ia seorang putra tunggal Wisesa, namun lebih kepada konsistensi yang ia tunjukan selama ini kepada pihak perusahaan.

Rian terhenyak sejenak dari rutinitasnya, saat mengetahui rencana pertunangan Tiara dan Doni akan segera dilaksanakan. Ada sesuatu yang mendadak hilang dari dirinya. Saat menghadiri pesta pertunangan merekapun, Rian masih tidak percaya. Semuanya berlalu begitu cepat. Sesaat sebelum menyematkan cincin pertunangan, Tiara sempat menangkap tatapan mata Rian diantara tamu undangan yang hadir. Sinar matanya tidak lagi dingin seperti dulu, di waktu lelaki itu memutuskan untuk menolaknya. Tiara berusaha menghapus semua kenangan yang seketika muncul di benaknya. Ia menatap Doni yang sekarang berdiri dengan senyum kepadanya. Laki-laki yang ia tahu mencintainya dengan sepenuh hati dan berusaha sekuat tenaga untuk membahagiakannya.

Rian menatap lekat kebahagiaan yang terpancar dari wajah Doni dan Tiara malam itu. Ia tidak bisa menggambarkan perasaan yang ia rasakan, tapi yang pasti perasaan itu tidak membuatnya merasa nyaman. Peristiwa pertunangan Tiara membuat Rian sadar, betapa banyak kebahagian yang terlewatkan dari hidupnya. Kebahagiaan yang seharusnya dapat ia nikmati, lebih dari rasa bangga ketika ia memenangkan proyek bagi perusahaan atau ucapan selamat dari rekan-rekannya. Mata lelahnya menatap ke luar jendela, menembus kaca seakan ingin mengetahui apa yang disembunyikan malam dalam misteri kegelapannya. Rian menyandarkan punggung tegapnya di sandaran kursi kerja yang saat itu tidak terasa begitu nyaman. Dengan mata terpejam, ia bisa melihat dengan jelas bayangan Tiara yang meneteskan air mata saat mendengar penolakan dingin darinya. Bayangan gadis itu terulang berpuluh-puluh kali dalam slide kelopak matanya. Rian kemudian membuka matanya dan menarik nafas panjang. Kurang lebih tiga tahun semenjak kejadian itu, ia tidak pernah bertemu atau berbicara langsung dengan Tiara. Kalaupun bertemu, mereka hanya menatap sepersekian detik dari jarak sepuluh meter tanpa saling menyapa. Sekarang, Rian merasa Tiara benar-benar pergi.

Seperti biasa, Rian memacu mobilnya menyusuri jalan mulus yang mengantarkannya pulang. Ia melirik jam tangan yang menunjuk hampir pukul setengah satu malam. Langit yang terlihat mendung, kemudian melahirkan titik-titik air yang sesaat menjadi hujan yang deras. Rian berkonsentrasi menjalankan mobilnya dan berusaha awas terhadap beberapa mobil yang mencoba untuk menyelipnya. Di sela derasnya hujan, mata elangnya menangkap sesosok orang yang berdiri di tepi jalan yang sepi dan kehujanan. Ia memacu perlahan mobilnya dan menghampiri orang tersebut. Ternyata orang tersebut wanita dan betapa terkejutnya Rian karena wanita itu merupakan Tiara. Tiara menangis dan terlihat shok. Dengan suara terbata ia bercerita pada Rian bahwa mobil yang ia tumpangi bersama dengan Doni masuk jurang. Ia selamat karena sebelum jatuh, Doni sempat mendorongnya keluar sedangkan Doni sendiri masih terjebak di dalam mobil. Rian merasa ibu melihat darah mengucur dahi Tiara. Laki-laki itu segera membuka pintu mobil untuk Tiara.

Rian berusaha untuk menghibur Tiara yang terlihat begitu histeris mengingat kejadian malam itu. Apalagi Doni dinyatakan tewas oleh pihak kepolisian hasil dari olah TPK sisa ledakan mobil milik Doni. Sejak kejadian itu, Rian lebih banyak meluangkan waktu bersama dengan Tiara. Kesempatan ini sepertinya ingin Rian gunakan untuk menebus kesalahan yang pernah ia lakukan kepada Tiara. Usaha Rian tidak sia-sia. Hubungannya dengan Tiara semakin membaik. Perhatian dan kebaikan yang Rian tunjukkan membuat perasaan yang dulu pernah ada di hati Tiara perlahan-lahan tumbuh dan terpupuk kembali. Mereka melakukan banyak hal menyenangkan bersama yang dulu pernah mereka lewatkan. Rian berencana untuk mengutarakan perasaannya kepada Tiara di malam kasih sayang yang jatuh bertepatan dengan hari ulang tahunnya. Rian memacu kencang mobilnya menuju ke rumah Tiara. Di tempat itu Rian dikejutkan dengan kehadiran sosok laki-laki yang tidak pernah ia duga sebelumnya. Rian hanya bisa berdiri terpaku melihat Doni bersama dengan Tiara. Ternyata Doni selamat dari ledakan malam itu. Ia sempat menyelamatkan diri, sesaat setelah mendorong Tiara keluar dari mobil. Ia kemudian ditolong dan dirawat oleh masyarakat sekitar.

Rian berusaha menata hatinya dan memaksa bibirnya untuk melahirkan senyum. Ia tahu, dengan kehadiran Doni di samping Tiara itu berarti ia harus melepaskan genggamannya dari tangan Tiara. Rian mengumpulkan semua kekuatan yang ia miliki untuk mengiklaskan Tiara kembali kepada pemiliknya. Pemilik yang selangkah lagi akan mengikatnya secara utuh.

Sesaat sebelum kepergian Rian, Tiara menatapnya dalam bimbang. Rian berbisik meyakinkan Tiara bahwa Doni laki-laki baik yang bisa membahagiakannya kelak. Tiara diam seribu bahasa. Ia benar-benar dalam kebimbangan besar, meskipun Rian telah menyakinkannya.

Rian menarik nafas panjang sambil menatap lebatnya hujan dari balik jendela kamarnya. Ia telah membulatkan hatinya untuk menerima tawaran dari pihak coorporation sebagai wakil dari pihak perusaahan untuk tugas pengawasan bersama sejumlah orang asing lainnya yang terlibat dalam proyek di Manchaster, UK. Kemungkinan ia akan berada di sana kurang lebih lima tahun sampai kontrak kerjasama antara perusahaan berakhir. Besok pagi, Rian akan pergi meninggalkan Indonesia. Meninggalkan semua kenangan yang pernah membekas di benaknya, dan juga Tiara.

Keberangkatan pesawat terasa sangat lama. Rian tidak sabar lagi ingin segera meninggalkan Indonesia. Ia senang sekali mendengar pesawat yang akan ia tumpangi segera berangkat. Rian bergegas, ia berjalan menuju pintu keberangkatan. Langkahnya terhenti, saat mendengar seseorang berteriak memanggilnya. Ia menoleh dan melihat Tiara berlari ke arahnya. Tiara menatapnya lekat. “Kau akan pergi?” tanyanya tersegal-sengal. Rian mengangguk kecil. Lelaki itu menunduk sesaat. “Maaf...aku tidak bisa hadir di pernikahanmu nanti. Tapi, tulus aku akan mendoakanmu selalu bahagia dalam pernikahanmu” ucap Rian nyaris berbisik. Rian melihat mata Tiara mulai berkaca-kaca. “Mmm...sekarang sudah waktunya. Pesawatku akan segera pergi. Jaga dirimu baik-baik.” Pesan Rian sesaat sebelum melangkah meninggalkan Tiara. “Aku tidak akan menikah tanpa kau...” Rian menghentikan langkahnya, ia menoleh ke arah Tiara. Gadis itu menatapnya “Bagaimana aku akan menikah tanpa seorang pengantin laki-laki?” Rian menyipitkan matanya berfikir, mencoba untuk mengerti maksud Tiara. Tiara menarik nafas panjang “Aku melamarmu, Rian. Kenapa kau masih tidak mengerti juga?. Apa kau akan menolak aku seperti dulu lagi?” Rian tersenyum malu. Ia setengah berlari memeluk Tiara erat. “Hey, bukankah kau akan pergi?”.”Mmm...ditunda. Aku akan pergi ke sana bersamamu.” Rian kembali memeluk Tiara dan Tiara membalas pelukkannya erat. END

Scane Favorite:

Saat Ryan dan Tiara menghabiskan waktu bersama sebelum dan setelah hilangnya Doni.

Kalimat Favorite:

Rian: “Jika waktu bisa kembali terulang, aku tidak tahu apa ada yang bisa ku ubah...karena kusadari aku tidak bisa berubah seperti yang kau mau”

Tiara: “Aku rasa setelah hampir tujuh tahun mengenalmu, hanya satu kesan yang kudapat. Dingin......”

Rian: “Maafkan aku untuk itu...”

Tiara: “Jujur....aku rasa aku menyukaimu...bukan, mencintaimu!.”

Rian: “Begitukah?. Aku tidak....”